Cikal-bakal
Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati,
[rujukan?] yaitu Raden Patah dan
Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari
Walisongo,
Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari
Syekh Siti Jenar.
Di bawah Pati Unus
Demak di bawah
Pati Unus adalah Demak yang berwawasan
nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di
Malaka. Dengan adanya
Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
Di bawah Sultan Trenggana
Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah
Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut
Sunda Kelapa dari
Pajajaran serta menghalau tentara
Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan
Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang
Demak waktu itu adalah
Fatahillah, pemuda asal
Pasai (
Sumatera), yang juga menjadi menantu
Sultan Trenggana.
Sultan Trenggana meninggal pada tahun
1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan
Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh
Sunan Prawoto